Selasa, 08 November 2011

LAJNAH AL_MUNASHAHAH

APA ITU LAJNAH AL-MUNASHAHAH?
Lajnah al-Munâshahah yang berarti Komite Penasehat mulai dibentuk pada tahun 2003 dan bernaung dibawah Departemen Dalam Negeri (di bawah pimpinan Deputi II Kabinet dan Menteri Dalam Negeri, Pangeran Nayif bin Abdul Aziz) dan Biro Investigasi Umum. Tugas utamanya adalah memberikan nasihat dan berdialog dengan para terpidana kasus terorisme di penjara-penjara Arab Saudi. Lajnah al-Munâshahah memulai aktivitasnya dari Riyadh sebagai ibukota, kemudian memperluas cakupannya ke seluruh wilayah Arab Saudi [5]

Lajnah al-Munâshahah terdiri dari 4 komisi, yaitu:
1. Lajnah ‘Ilmiyyah (Komisi Ilmiah) yang terdiri dari para ulama dan dosen ilmu syariah dari berbagai perguruan tinggi. Komisi ini yang bertugas langsung dalam dialog dan diskusi dengan para tahanan kasus terorisme.

2. Lajnah Amniyyah (Komisi Keamanan) yang bertugas menilai kelayakan para tahanan untuk dilepas ke masyarakat dari sisi keamanan, mengawasi mereka setelah dilepas, dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan jika ternyata masih dinilai berbahaya.

3. Lajnah Nafsiyyah Ijtima’iyyah (Komisi Psikologi dan Sosial) yang bertugas menilai kondisi psikologis para tahanan dan kebutuhan sosial mereka .

4. Lajnah I’lamiyyah (Komisi Penerangan) yang bertugas menerbitkan materi dialog dan melakukan penyuluhan masyarakat [6]

TEKNIK DIALOG
Hampir tiap hari Lajnah al-Munâshahah bertemu dengan para tahanan kasus terorisme. Kegiatan memberi nasihat ini didominasi oleh dialog terbuka yang bersifat transparan dan terus terang. Sesekali dialog tersebut diselingi dengan canda tawa yang mubah (bersifat diperbolehkan syariat) agar para tahanan merasa tenang dan menikmati dialog.

Ada juga kegiatan daurah ilmiah berupa penataran di kelas-kelas dengan kurikulum yang menitikberatkan pada penjelasan syubhat-syubhat para tahanan, seperti masalah takfir (vonis kafir), wala’ wal bara’ (loyalitas keagamaan), jihad, bai’at, ketaatan kepada pemerintah, perjanjian damai dengan kaum kafir dan hukum keberadaan orang kafir di Jazirah Arab [7]

Kegiatan dialog biasanya dilakukan setelah Maghrib dan kadang berlangsung sampai larut malam. Agar efektif, dialog tidak dilakukan secara kolektif, tapi satu persatu. Hanya satu tahanan yang diajak berdialog dalam setiap kesempatan agar ia bisa bebas dan leluasa berbicara, dan terhindar dari sisi negatif dialog kolektif.

Pada awalnya, banyak tahanan yang takut untuk berterus terang mengikuti program dialog ini, karena mereka menyangka bahwa dialog ini adalah bagian dari investigasi dan akan berdampak buruk pada perkembangan kasus mereka. Namun begitu merasakan buah manis dialog, mereka sangat bersemangat dan berlomba-lomba mengikutinya [8]

Mereka segera menyadari, bahwa dialog ini justru menguntungkan mereka. Sebagian malah meminta agar mereka sering diajak dialog setelah melihat keterbukaan dalam dialog dan penyampaian yang murni ilmiah (dipisahkan dari investigai kasus) dan bermanfaat dalam meluruskan pemahaman salah (syubhat) yang melekat pada pikiran mereka. Rupanya, mereka telah menemukan bahwa ilmulah obat yang mereka cari, dan mereka pun dengan senang hati mereguknya. [9]

Pada umumnya, mereka memiliki tingkat pendidikan rendah, tapi memiliki kelebihan pada cabang ilmu yang mereka minati. Mereka –yang sekitar 35 % pernah tinggal di wilayah konflik- mudah termakan oleh pemikiran dan fatwa yang menyesatkan. Ketika dihadapkan pada ulama yang mumpuni dan memiliki ilmu yang benar, mereka menyadari kesalahan pemahaman mereka. Melalui dialog ini, Lajnah al-Munâshahah menjelaskan pemahaman yang benar terhadap dalil, membongkar dalil-dalil yang dipotong atau nukilan-nukilan yang tidak amanah [10]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar