Senin, 09 Juli 2012

Manajemen Waktu Buat Si Nawaitu


Jadwal Harian
1. Selesai Subuh sampai terbitnya matahari :
Menghafal lima ayat Al-Qur’an, satu hadist dan kesimpulan ringkas dari sebuah matn
2. Dari terbitnya matahari hingga waktu dzuhur : belajar formal, pergi ke kantor, bekerja, atau berdagang, dan sempatkan diri untuk sholat Dhuha
3. Selesai Dzuhur : membaca sejarah, sastra, berita, online, makan, dan tidur siang.
4. Selesai Ashar :Membaca buku-buku kitab, Tafsir, Fiqh, Risalah-risalah, Shiroh Nabi dan sahabat, dan sebagainya
5. Selesai Magrib : mengulang hafalan Qur’an, hadist, dan matn
6. Selesai Isya : mengulang pelajaran dari sekolah, mengerjakan tugas kuliah ataupun kantor, Menulis
7. Makan malam
8. Jangan lupa sebelum tidur, sempatkan diri untuk Sholat Witir tiga raka’at
9. Instropeksi Diri dalam sehari, hal-hal apa yang telah dilakukan, melakukan kesalahan apa saja, ibadah apa yang terlailaikan dan sebagainya. (Kalau bisa di catat)
10. Istighfar 3x, berniat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama
11. Hamdalah 3x, bersyukur akan Ni’mat hari yang telah di berikan
12. Targetkan aktivitas besoknya, tancapkan dalam hati dan katakan Allahu Akbar
13. Niatkan bangun di sepertiga malam terakhir dan tidur
Jadwal Pekanan
1. Sempatkan puasa Sunnah minimal sepekan sekali, missal hari Senin atau Kamis
2. Sehari dalam sepekan untuk bersilahturrahim kepada kerabat, sahabat ataupun tetangga, missal hari Rabu
3. Porsikan waktu khusus untuk keluarga, missal Hari Ahad
4. Hari Jum’at untuk mengahayati Al-Qur’an, berdzikir, berdo’a, Sholat sunnah, perbanyak shalawat kepada Rasulullah, waktu untuk sedekah, instropeksi diri dalam sepekan, dan menata kembali harapan-harapan. (Lebih baik di catat)
Jadwal Bulanan
1. Puasa sunnah Ayyamul bidh tiga hari, di pertengahan bulan hijriyyah, tgl 13,14 dan 15
2. Pada hari tertentu dalam sebulan, sempatkan untuk I’tikaf di Masjid (For Ikhwan, Kalau akhwat cukup di rumah aja, atau bersama pasangannya). Gunakan moment ini sebagai instropeksi Diri dalam sebulan, mengumpulkan catatan-catatan instropeksi harian, dan muhasabah.
3. Perbaiki planning yang sempat gagal, buang segala ketidak mungkinan, ambil langkah pasti kedepan, mulailah dengan segala hal yang di anggap mudah.
Hiburan
Hiburan bagi seorang pembelajar, adalah hiburan yang baik, yang tetap menjaga nilai-nilai syar’i, sehingga ilmu lebih mudah untuk masuk.
1. Lebih baik dengerin Murrotal
2. Variasikan dengan lagu-lagu islami jika merasa jenuh.
3. Hati-hati menonton TV, pada iklan-iklan sabun, atau perawatan kecantikan, yang lebih pada mengumbar aurat, (jaga pandangan bung… :D ) Litha rasa selain program berita lebih baik gak usah Nonton TV ^_^
4. Jaga pandangan bukan hanya pada akhwat dan di tempat umum saja, di tempat pribadi, bahkan ketika sendiri (hati-hati, setan selalu menemani hihihihi)
5. Porsi waktu Online jangan berlebihan. Gunakan fasilitas semaksimal mungkin untuk mendapatkan ilmu-ilmu baru
Disclaimer:
• Referensi : Menjadi Pembelajar Berprestasi – DR. ‘Aidh Al-Qarni
• Ini untuk menasehati diri sendiri dalam menggunakan waktu, jika bermanfaat silahkan di share dan di sesuaikan dengan kondisi pribadi
• Semoga bermanfaat dan kita dapat mengamalkannya

Tetaplah Di Jalan Ini…!

Teruntuk seluruh saudaraku,para akhwatul muslimah .. ^_^
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong [agama] Allah,
Niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu [QS. Muhammad:7]
Always… keep our VIRDAUS (VIsioner_DinAmis_religiUS) spirit
Entahlah, terkadang perjalanan yang jauh dan tidak pernah berakhir ini sering membuat kita lelah, capai, dan benar-benar letih. Hatta, keletihan itu sendiri terkadang tidak bisa digambarkan dengan visualisasi tertentu. Fase-fase inilah yang teramat sangat kita takutkan, kita khawatir suatu saat nanti kita tidak dapat lagi merasakan indahnya ber-Islam, indahnya berukhuwah, dan indahnya beribadah kepada Allah SWT. Kita juga mengkhawatirkan terjadinya disorientasi dalam dakwah yang sedang kita rancang.
Apapun ceritanya, ana, antum wa antuna, marilah kita berazzam agar kita tetap dan akan selalu senantiasa berada dalam rumah besar DAKWAH & TARBIYAH ini… Allahumma amiin
Tetaplah di sini saudaraku……
Di jalan keimanan ini… di jalan keislaman ini…. Tetaplah bersama-sama meniti jalan ini…. sampai usai. Kita semua mungkin sudah letih…. karena perjalanan ini amat panjang dan berliku. Tapi, bersiaplah di sini….. Jangan sekali-kali kita menjauh! Yakinlah kenikmatan pengorbanan yang kita teguk di jalan ini, jauh lebih banyak … ketimbang yang dilakukan orang-orang kebanyakan. Keindahan di sini, jauh lebih indah dari pada keindahan yang dibanggakan oleh orang-orang lalai itu.
Kita memperoleh puncak obsesi dan keinginan di saat kita mendapatkan ujian. Keinginan kita adalah apa yang dapat kita berikan untuk ISLAM dan kaum muslimin. Kegembiraan kita adalah bagaimana melihat hasil perjuangan da’wah kepada ummat. Obsesi kita adalah bagaimana bisa berbuat lebih banyak untuk ummat.
Terangilah hati dan jiwa kita untuk tetap bersama. Karena dengan itu eksistensi ukhuwah akan lebih terasa dan lebih indah. Hapuslah dzhon-dzhon yang ada dalam diri kita semua. Jangan cepat menyerah, putus asa, frustasi, apalagi cepat marah. Karena itu semua tak pernah membawa kita untuk mencapai kedudukan yg lebih mulia. Bukankah semua posisi yang lebih mulia selalu dicapai lewat pengorbanan yang luar biasa ????
Tetaplah disini saudaraku….
Tetaplah di jalan ini …. jalan keislaman…. jalan keimanan….. Tetaplah di jalan ini…. Walau hati ini perih…. walau jasad ini sakit…. Tetaplah di jalan ini…. Walau remuk tulang-tulang kita…. walau runtuh sendi-sendi kita…. walau habis cucuran keringat darah dan air mata kita…. Tetaplah di jalan da’wah ini…. Walau berkorban perasaan….. walau pahit menerima kenyataan….
Jalan yang kita tempuhi memang tak ringan. Banyak yang kita temui di jalan ini yang meninggikan asa dan harap kita. Namun, terkadang menghempaskan batin dan jiwa kita. Akan banyak yang kita temukan…. idealisme dan realitas bertempur, berperang, jauh masuk ke relung hati kita…. Hingga akhirnya jiwa kita harus mengalah…. apabila realitas jauh dari angan……..
Tetaplah disini saudaraku…. Kita akan memulai perjalanan yang lebih mendaki dan terjal. Tapi disanalah kita berharap bisa merasakan kenikmatan yang kita idam-idamkan….. Maka ucapkanlah “Alhamdulillah” atas semua keadaan yang kita alami…. Meski kebersamaan ini sungguh menguras keringat dan meletihkan sendi-sendi….
Tiada tulisan yang tergores di kertas ini selain karena kemudahan dan limpahan nikmat dari Allah ta’ala. Syukron jazakumullah khoiron katsir
Ukhuwah fillah..
It’s not how often
We seen each other
But… It’s how often
We pray and think about each other

Sekali lagi tentang pembahasan akhwat! Hmm…

Diskusi ringan yang cukup menggelitik bersama bulatan gembira Litha saat itu. Seberkas pemikiran yang kadang terlintas di benak Litha ternyata dirasakan juga dengan teman-teman.
Seorang kawan berujar,
“ Jadi akhwat riweuh amat ya. Pakai jaket, kalau jilbab dimasukin dibilang mbentuk jadi jilbab leher. Tapi kalo jaketnya yang dimasukin ke jilbab, dipakai buat motoran malah mirip bendera (red: berkibar-kibar).”
Kawan lain berkata,
“ Hati-hati kalau naik motor, misal pas berhenti di lampu merah. Rok atau gamisnya bisa kesingkap, pake daleman celana panjang ya.”
Seorang kawan akhwat kalem tapi kritis abis, kalau nulis berkata,
“Risih tau ukht ngeliat akhwat, jilbabnya lebar tapi transparan.”
Bahkan ada yang cukup membuat Litha senyum simpul. Kala itu di kajian masjid kampus, saat sesi tanya jawab, seorang kawan dari spesies ikhwan bertanya dengan polosnya,
“Ustadz, kenapa sih para akhwat itu kalau pakai jilbab segi empat bagian depannya harus dimiringin, terus kenapa bros bunganya ditaruh di pinggir?”
“Haaaaa??? :shock: ” Reaksi Litha saat itu. Ya senyum geli tapi ya rada miris juga ^_^”
Sejauh pengamatan di lapangan dan berbagai analisis data varian maka Litha dapat menarik kesimpulan sebagai berikut #Demam.Script-Sweet (=
1. Sebaiknya saat naik motor baik nyetir atau diboncengin, pakai jaket.
Alasannya demi keamanan. Biar jilbabnya tidak mirip bendera, berkibar-kibar dan cepet kusut / tatanannya sudah ga rapih lagi. Pun semisal terpaksa saat itu tidak ada jaket, ya.. lebih baik jilbab dibuat sepinggang, biar bisa didudukin.
Manfaat lain buat kesehatan juga, biar bisa nahan angin. Berkendara pagi-pagi buta rawan terkena paru-paru basah apalagi jika jarak jauh. Angin kan gak kenal jauh deket. So, keep your healthy ya ukhty.. (=
2. Jaketnya pun yang longgar.
Insya Allah kalau jaket lembaga/organisasi untuk size akhwat biasanya longgar. Kalau adanya yang mini, jumper atau switer jankis sebisa mungkin jangan diretsliting. Biar ga mbentuk ya…
3. Gunakan daleman celana panjang.
Menggunakan rok atau gamis sewaktu naik motor rawan tersingkap. Apalagi untuk rok atau gamis yang beli jadi, biasanya lebar bawahkan terbatas. Amannya pakai celana panjang untuk dalemannya. Bukan celana legging, tapi yang katun atau celana bahan. Kenapa? Legging sama saja tetap mbentuk betis #danger! (=
4. Rok, celana panjang daleman ready! But you have to remember to using kaos kaki.
Jangan mengandalkan celana panjang saja, kaos kaki yang pendek juga rawan sewaktu naik motor. Kaki bagian bawah juga aurat kan ukht?
Ah iya! Saran saja :idea: bawa bekal perang kita selengkap mungkin. Biasanya Litha taruh kaos kaki cadangan & plastik di bagasi, jaga-jaga semisal hujan (=
5.Pemakaian jaket di dalam atau di luar jilbab.
Uhm.. pendapat Litha mah ditimbang baik-buruknya terkait hal tersebut. Ada beberapa kawan yang nyaman dengan menggunakan jaket di dalam jilbab. Sah-sah saja..
Don’t forget about the safety! Oke, contohnya begini… misal kita pake jaket di dalam, naik motor, nyetir dan ga bawa tas. Jilbabnya jadi bendera, resiko rambutnya keliatan kan? Pun misal kita yang diboncengin, ga sadar jilbabnya nutup lampu sein. Kan kasihan pengendara di belakang kita, tiba-tiba belok kanan, lampu seinsnya ketutup. Potensi kecelakaannya besar.
..dan Litha sering banget ngliat para akhwat jilbabnya nutupin ntu lampu :? Must be more carefully!
Contoh lain, bagi yang berkecimpung di dunia laboratorium. Kita kan pakai jas lab, nah jilbabnya harus kita masukin di dalem. Kenapa Litha katakan ‘harus’? Jika menggunakan alat dan bahan yang cukup riskan, semisal kita makai bunsen burner (red: lampu spirtus), jilbanya berkibar, nyamber api di bunsen bisa kebakar. Itu masih untung, misal percikannya ngenain cairan yang mudah meledak???!! Bahaya banget kan? Sebab kasus ini pernah terjadi, jilbab seorang al-ukht ini ga dimasukin dan nyamber api di bunsen. Oh Lord! Nah.. intinya mah disesuaikan situasi dan kondisi (=
Kebiasaan Litha kalau pakai jaket, di luar jilbab. Kalo jas almamater, jilbabnya yang ada di luar, almamaternya dimasukin (lebih nyaman seperti itu).
6. Tentang jilbab transparan…
Ada yang menggunakan istilah jilbab saringan tahu (= atau yang dikenal kebanyakan sebagai jilbab paris. Kelebihannya murah, ringan, mudah dicuci & disetrika, cepet kering kalo dijemur, mau dikreasiin sedimikian rupa sehingga gampang banget dan pilihan warnanya buaanyak jiddan! Ambil contoh jilbab paris biru banyak pilihan warna. Mulai dari biru tosca, biru turquoise, biru navy, biru benhur, biru dongker, biru muda, biru laut (ada yang asing dengan istilah warna tadi? ^_^ )
Jujur saja Litha bukan konsumen jilbab seperti ini. Karena kurang nyaman dan risih saja saat memakainya. Punya 1 jilbab paris ungu tua dan itupun hadiah. Kawan Litha nan kritis tadi berujar dengan status di jejaring sosialnya,
“Mungkin saya bukan termasuk akhwat yang memperhatikan penampilan. Mungkin juga penampilan ini sering gak matching. Namun sebagai seorang perempuan, entah kenapa saya merasa risih tatkala melihat seorang akhwat menggunakan jilbab paris meski itu lebar dan didobelin dengan jilbab segi empat di dalamnya.”
Dan kerennya banyak rekan ikhwan yang komen di status tersebut. Mulai blak-blakan, terkuaklah perasaan-perasaan mereka #apaan coba :P Jadi intinya mereka (red: spesies ikhwan tadi) juga merasa risih ketika melihat mba-mba dengan jilbab paris tersebut. Kadang tanpa sadar, jika dobelannya ga tebal, rambutnya bisa terlihat juga.
Seorang teman pernah bercerita, kenapa ikhwan kaku dan dingin ke para akhwat tapi cair ketika berinteraksi dengan teman sesama perempuan non aktivis? Kalo kesimpulan sementara Litha berdasar pengalaman dan pernyataan teman-teman, kadang mereka sangat mudah untuk mengalihkan pandangan tanpa melihatnya lagi dengan perempuan yang belum tertutup auratnya. Sebaliknya hal ini kadang tidak berlaku ketika melihat teman-teman yang sudah rapi berjilbab.
Para ikhwan dikaruniai sistem tata ruang yang subhanallah luar biasa. Sebagai bukti, ketika Litha SMA, pelajaran Matematika bab 3 Dimensi. Perlu waktu sepekan agar Litha benar-benar paham dan lancar melibas soal-soal tersebut. Tapi.. teman-teman kelas yang laki-laki cepat banget pahamnya, dibandingkan bab-bab selain itu. Jika minta tolong diajarin caranya seperti apa, dengan santai menjawab,
“Ya tinggal diginiin Lith, bayangin balok itu, bla.. bla.. bla..”
“Kok bisa?”
“Lha kan tinggal diputar balik.”
“Heh?! Kok ada putar balik segala, salah jalan?”
“ #*&%)*?:”
Dan teman Litha pun nyerah buat ngajarin, heuheu… :lol:
Jadi ya ukhty.. kalo Litha boleh berpendapat, mari kembali ke asalnya. Kita pakai jilbab niatan dan tujuannya buat apa. Biar matching? Untuk gaya-gayaan dengan berbagai jilbab kreatifnya? Biar cantik? Atau untuk menutup aurat?
Yuk cek lagi surat cintanya di Al-Ahzab 33: 59
7. Untuk pertanyaan saudaraku nan polos itu..
Nah,pertanyaan lucu dari ikhwan tersebut. Geli, tak pernah terlintas ada ikhwan yang nanya kenapa akhwat pakai jilbab biasanya di bagian depan dimiringin ke samping :D Tapi rada miris juga, sebegitu detailkah perhatian itu hingga tahu bahwa bros yang dipakai adalah bros bunga. Membayangkan saja kalau bros yang dipakai bentuk panda atau lope-lope :mrgreen: Sampai kawan saya bilang, “Apa ikhwannya ntu diajarin aja cara make jilbab segi empat?” Hehehe…
Jadi begini, rata-rata jilbab segi empat di pasaran ukuran 115×115 cm, 120×120 cm dan 150x150cm. Untuk ukuran 115×115 cm agar nyaman biasanya didobelin dengan jilbab polos (biasanya putih) di bagian dalem. Ngelipet segitiga ke dalem juga biasanya agak kecil, dengan harapan jilbab bisa lebar. Waktu dipenitiin ke depan jadinya nanggung, dibuat lurus juga maksa. Makanya biar rapi biasanya dibuat serong. Untuk lebih jelasnya berikut tutorial memakai jilbab dobelan agar hasilnya lebar.
#bagi saudaraku yang tanya tadi boleh dicoba di rumah ^^”
Kadang terlintas pikiran, tidak mudah memang menjadi seorang wanita. Dari bahasan ini saja, sepertinya perlu usaha ekstra untuk menutup aurat. Sejenak iri dengan para ikhwan, betapa fleksibelnya mereka dalam berpakaian. Hadist di atas pun secara tersurat menunjukkan kalau wanita adalah perhiasan. Yang namanya perhiasan pastilah indah; seperti hal yang nampaknya sederhana tadi –memakai jilbab namun bagian depan dimiringin ke samping dan brosnya di pinggir–.  Namun keindahan itu bila tidak tepat tempat dan waktunya akan berpotensi mengundang mudhorot. Sebegitu menarikkah seorang wanita itu hingga banyak ancaman bahwa penghuni neraka kebanyakan adalah para wanita. Istighfar…  Mari senantiasa berusaha memperbaiki kualitas diri. Demi terjaganya masing-masing pribadi, entah itu akhwat maupun ikhwan.
Last but not the least.. Wahai ukhty… dimanapun sekarang antuna berada. Mari senantiasa saling menjaga untuk perbaikan diri dari waktu ke waktu. Semoga setiap langkah kecil kita tidak menodai jilbab dengan anggunnya rinai hidayah yang telah dicurahkan oleh-Nya. Semoga setiap jalan yang telah disusuri mampu memperberat timbangan amal kebaikan kita. Hingga suatu saat nanti sang bidadari pun akan merasa cemburu padamu. Ingatlah, di balik kesusksesan orang-orang besar, senantiasa ada seorang wanita di belakangnya. Tidakkah antuna ingin menjadi wanita tersebut? Sungguh, yang tak ditebar takkan pernah pudar!
Wallahu a’lam bishowab

Baju Hewan dan Baju Manusia

Posted by Ummu 'Ammar in Renungan.
Tags: , , ,
trackback
Merenungi keajaiban alam tentu tidak akan pernah ada habisnya. Karya besar dari yang Maha Agung senantiasa menjadikan hati kita berdecak kagum. Senatiasa menjadikan kita tunduk dan merendah di hadapan-Nya. Bagaimana tidak, semakin kita berupaya mengetahui alam, semakin terkuak keajaibannya.
Tengoklah sebentar alam disekitar kita, Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan hewan-hewan tanpa perlu memakai baju yang dapat melindungi dari panas dan hujan. Namun Allah subhanahu wata’ala menciptakan untuk mereka bulu, rambut, serta jenis kulit yang berfungsi sebagai pengganti baju. Dengannya mereka berlindung dari panasnya terik matahari serta dinginnya udara. Baju alami inipun adalah baju sesuai kondisi cuaca dan musim. Tanpa perlu berganti-ganti atau dirubah dari aslinya. Baju yang ada sejak lahirnya dan hilang Dengan kematian pemiliknya.
Lihatlah baju kura-kura yang berupa tempurung yang sangat kokoh. Lihat pula bulu landak yang keras lagi tajam. Masing-masing memiliki baju-baju yang berbeda. Selain merupakan baju yang melindungi dari panas dan dingin , Allah subhanahu wata’ala jadikan baju tersebut sebagai pertahanan diri dari ancaman yang mengganggu.
Sebagai hewan, tidak dibekali Dengan kulit yang keras untuk melindungi diri, namun Allah subhanahu wa ta’ala berikan alat pertahanan yang lain dari musuh yang mengancam. Kita tentu tahu ada jenis hewan pemakan daging yang buas, ada pula pemakan tumbuhan tidak memiliki taring dan cakar yang tajam, namun Allah subhanahu wa ta’ala bekali hewan-hewan ini dengan sepatu yang kuat dan keras. Dengannya mereka berlari, bertahan dan mengalahkan musuhnya. Semua ini sesuai dengan kesempurnaan hikmah, rahmat, dan kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala.
Adapun manusia, Allah subhanahu wata’ala melebihkan nikmat penciptaan-Nya dari hewan. Allah subhanahu wa ta’ala jadikan manusia tidak memiliki ‘baju’ yang menyatu terus-menerus dengan tubuhnya. Padahal, meraka membutuhkan baju yang dapat melindungi mereka dari cuaca dan alam sekitarnya. Maka Allah subhanahu wa ta’ala karuniakan akal kepada mereka. Sehingga memungkinkan untuk membuat baju yang bisa mereka pakai atau tanggalkan sesuai kebutuhan. Sebab baju musim dingin tidaklah cocok digunakan dimusim panas dan baju musim panas tidak tepat digunakan tatkala dingin.
Terlahirnya manusia tanpa baju, bukanlah merupakan bentuk kekurangan. Bahkan ini adalah nikmat yang besar. Bagaimana tidak, seorang manusia butuh melepas bajunya ketika membersihkan badan, supaya tubuh dapat dibersihkan secara sempurna, atau karena baju telah kotor sehingga perlu untuk diganti dengan yang lain. Bayangkan seandainya Allah subhanahu wa ta’ala jadikan manusia memiliki baju yang senantiasa melekat pada tubuhnya, tentu akan membuat susah dan berat bagi diri mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala pun jadikan baju manusia sesuai dengan kehendak mereka. Dari katun, wol, kulit, atau ditambah dengan sebagian bahan tambang, seperti emas dan perak.
Allah subhanahu wata’ala berfirman

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”[QS. Al A’raf:26].
Baju adalah nikmat besar yang diberikan kepada manusia. Allah subhanahu wa ta’ala lebihkan nikmat tersebut bagi manusia dibandingkan dengan hewan. Allah subhanahu wa ta’ala membedakan antara hewan dengan manusia dengan jenis pakaian ini, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala juga membedakan bentuk, makanan, tempat tinggal, akal, serta pemahamannya. Oleh sebab itu, Allah subhanahu wa ta’ala berikan pakaian kepada penduduk surga dari jenis bahan pakaian terbaik, berupa sutra sebagai bentuk kesempurnaan nikmat-Nya dan kesenangan untuk para penduduk surga.
Perbedaan jenis baju antara hewan ataupun manusia ini, semua tidak lepas dari kasih sayang Allah subhanahu wata’ala dan pemuliaan Allah subhanahu wata’ala atas makhluk-Nya. Allahu a’lam. (Majalah Tashfiyyah. Edisi 10, Vol. 01 1432 H—2011M)

Hukum Wanita Mengendarai Mobil

Posted by Ummu 'Ammar in Fiqih, Muslimah, Tanya Jawab.
Tags: ,
trackback

Oleh: Ustadz Askary Hafizhahullaah
Kami orang perantauan yang tentunya jauh dari kerabat, ana/kami harus mengantar anak-anak ke ma’had untuk menuntut ilmu setiap hari. Suami tidak bisa antar karena harus pergi pagi dan pulang sore kecuali hari libur. Di sisi lain ana mendengar bahwa wanita haram untuk membawa/menyupir mobil apalagi motor. Apakah supir yang mengantar sedangkan anak-anak kami perempuan. Atau jalan kaki sementara rumah kami jauh atau harus pindah dan tinggal di ma’had (ma’had ibnul qoyyim Balikpapan) sedangkan harga tanah di dekat ma’had sudah melambung tinggi bersaing dengan harga di Jakarta. Allahul musta’an. Tolong ustadz beri jalan keluar dan mohon dijelaskan di mana letak keharamannya ummahat menyupir. Jazaakallaahu khairan.
Jawab :
Ma’aasyiral ikhwah Rahimakumullaah ada beberapa qawaaid yang penting untuk kita ketahui dalam menjawab permasalahan ini:
Pertama, bahwa agama ini datang untuk mendatangkan kemaslahatan, bukan untuk menimbulkan kerusakan. Dan ini merupakan qaidah yang muttafaq alaiha. Agama dan syari’at ini datang untuk memberi kemaslahatan bukan untuk menimbulkan kerusakan dan mafsadah. Kata Al Allaamah As Sa’di Rahimahullaah
الدِّيْنُ مَبْنِيٌّ عَلَى الْمَصَالِح فِي جَلبِهَا وَالدَّرْءِ لِلقَبَائِح
agama itu dibangun di atas mashaalih/kemaslahatan. Oleh karena itu, tidak satupun dari syari’at yang dibawa oleh Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wasallam melainkan pasti ada kemaslahatannya. Apakah maslahat itu murni maslahat atau maslahatnya lebih besar daripada mafsadahnya/kerusakannya.
Kemudian yang kedua, berkenaan tentang seorang wanita, asal hukum seorang wanita adalah tinggal di rumah. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian.” (Al-Ahzab: 33)..(1)
Dan nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam mengatakan  الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ  wanita itu aurat(2).
Ketiga, bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala tidak mengikat wanita itu harus tinggal di rumah selama-lamanya. Dalam artian tidak ada dispensasi untuk keluar… Tidak demikian!!
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa ta’ala setelah menyebutkan perintah tinggal di rumah untuk para wanita
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
Allah melanjutkan
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُْ ولَ’
“jangan kalian bertabarruj seperti tabarrujnya wanita-wanita jahiliyyah dahulu”. Dalam artian di saat kalian keluar dari rumah kalian, ini isyarat dari Allah Subhanahu wa ta’ala menunjukkan bolehnya keluar namun jaga adab. Jangan tabarruj, jangan bersolek, jangan membuka aurat, jangan mendatangkan fitnah, jangan menggerak-gerakkan tubuh untuk memperdengarkan perhiasan  yang dia kenakan, jangan dia keluar dengan memakai parfum dan yang semisalnya merupakan bentuk tabarruj yang dilarang di dalam syari’at Allah Subhanahu wa ta’ala.
Oleh karena itu, dalam hadits ‘Aisyah Radhiallaahu ‘anha, kata Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
قَدْ أَذِنَ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِهالِحاجاتِكُنَّ
“Allah telah memberikan izin kepada kalian wahai para wanita untuk keluar dari rumah kalian karena kalian memiliki haajah/kebutuhan.” (HR. Al-Bukhari no. 5237 dan Muslim no. 2170).
Dalam riwayat lain,
إِنَّ‎ ‎اللّهَ‎ ‎قَدْ‎ ‎جَعَلَ‎ ‎لَكُنَّ‎ ‎الرُّخْصَحُ‎ ‎أَنْ‎ ‎تَخْرُجْنَ لِهَوَا ……
bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan untuk kalian Rukhshah/keringanan disebabkan karena kalian pun memiliki kebutuhan pada saat keluar dari  rumah-rumah kalian.
Inilah prinsip-prinsip yang penting harus diketahui bahwa islam datang untuk mendatangkan maslahat bukan untuk membawa dan menimbulkan kerusakan. Asal hukum wanita tinggal di rumah, kemudian diperbolehkan keluar dari rumah apabila ada haajah. Tidak menjadikan orang dikit-dikit keluar rumah, sedikit-sedikit safar, sedikit-sedikit bepergian.
Kemudian yang berikutnya, termasuk diantara perkara yang tidak diperbolehkan bagi seorang wanita adalah safar tanpa mahram.
لاَ ‎تُسَافِرُ‎ ‎مَرْأةِ‎ ‎إِلاَّ مَعَ‎ ‎ذِي مَحْرَمٍ
seorang wanita tidak diperbolehkan safar kecuali bersama mahram.
Apabila kita telah memahami hal-hal yang seperti ini, kita kembali kepada inti pembahasan. apa hukumnya wanita menyupir mobil/motor?
Ini termasuk perkara yang mawaazil, permasalahan kontemporer yang tentunya belum ada di zaman Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Yang disebut mobil, motor…
Jadi untuk mendapatkan suatu dalil tentang hukum wanita menyupir mobil itu tidak ada,,, sama sekali tidak ada….. Atau membawa motor. Karena kendaraan mereka ketika itu bukanlah mobil/motor. Oleh karena itu, penting untuk kita pahami bahwa memang para ulama lebih khusus lagi para ulama di Arab Saudi Hafizhahumullah wa Rahimahumullaah mereka secara umum mengharamkan seorang wanita menyetir mobil. Mungkin tidak dibahas menyetir motor karena memang di Arab Saudi sangat kurang yang namanya motor. Sehingga tidak masuk ke dalam pembahasan. Beda dengan negeri kita, motor mungkin lebih banyak dari mobilnya.
Ma’aasyiral ikhwah Rahimakumullaah, para ulama ketika mereka mengharamkan seorang wanita menyetir mobil itu bukan karena asal hukum menyetir itu haram. Jadi permasalahan bukan kembali kepada hukum menyetirnya, namun dampak negatifnya. Keburukannya yang menyebabkan para ulama mengharamkan. Dibangun di atas kaidah “maa aghda ila muharram fa huwa muharram”, apa yang mengantarkan kepada suatu yang haram maka itu juga diharamkan.
Al wasiilah ilal haram, sarana untuk terjatuh kepada perkara yang diharamkan. Dan juga berdasarkan qaaidah “dar-’url mafaasid muqaddar ‘ala jalbil mashaalih. Menolak satu kerusakan itu lebih didahulukan daripada mengharapkan/mendatangkan suatu maslahat. Bagi siapa yang membaca fatwa ulama syeikh bin baz, syeikh Utsaimin dan yang lainnya itu akan mendapati bahwa mereka mengharamkan bukan karena masalah menyetirnya namun dampak negatif. Hilangnya rasa malu pada wanita, disebabkan karena kebiasaan menyetir mobil, dikit-dikit keluar…dikit-dikit keluar. Akhirnya jadi tukang keluar rumah. Sehingga dia tidak betah dengan rumahnya. Tidak ada lagi istilah “baiti jannati” rumahku adalah surgaku. Sehingga menimbulkan sekian banyak mafsadah. Di rumah akhirnya sampai tidak terurus, mungkin anaknya tidak terurus atau yang semisalnya. Di luar rumah juga senangnya keluyuran kesana kemari. Karena dia sudah bisa nyetir, gak ada urusan dengan suami. Suami gak ada, gak ada masalah. Pergi keluar sendirian. Akhirnya menimbulkan ikhtilath yang semakin merebak. Jalan ke mall-mall dan seterusnya. Berjalan ke sana kemari tanpa ada haajah/kebutuhan. Dan dikhawatirkan juga mereka akan safar ke sana kemari. Terlebih lagi kondisi di Arab Saudi, subhanallaah safar antara daerah ke daerah lain tanpa terasa karena jalan yang bagus. Hingga seseorang bisa menyetir dengan kecepatan tanpa terasa tiba di daerah lain. Safar tanpa terasa… Nah karena mafsadah-mafsadah inilah sehingga para ulama mengharamkan.
Dan perlu kita mengetahui bahwa hukum syar’i itu terbagi menjadi dua:
1. Hukum yang tidak bisa berubah/tsaabit meskipun disertai dengan perubahan zaman (perubahan waktu), perubahan tempat hukumnya tetap “hukum”. Seperti shalat 5 waktu, tidak ada istilah bahwa 2000 kemudian shalat akan menjadi 4 kali shalat sehari semalam misalnya, tidak ada… Lima kali shalat semenjak Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan umat ini sampai seterusnya hingga hari kiamat, tetap wajib. Puasa di bulan ramadhan tetap wajib, gak  ada perubahan.
2. Ada hukum-hukum yang terjadi perubahan disebabkan karena perubahan zaman dan perubahan tempat. Misalnya masalah haddus safar/batasan safar. Berapa batasannya? Terjadi perselisihan di kalangan para ulama bahwa yang shahih tidak ada batasan tertentu sekian kilo ini adalah safar. Namun ini semua dikembalikan kepada urf/kebiasaan sebuah negeri. Apabila di negeri tersebut berjalan di suatu daerah menuju daerah lain ini teranggap sebagai “safar” maka itulah safar. Dan apabila berjalan di suatu tempat menuju ke tempat yang lain tidak teranggap safar maka itu bukan safar meskipun jauh jaraknya. Dan apa yang menjadi kebiasaan bagi masyarakat maka menjadi safar meskipun dekat jaraknya.
Jadi berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.
Oleh karena itu, Ma’aasyiral ikhwah Rahimakumullah sekarang kita lihat kondisi kita di Indonesia. Dengan kondisi yang subhanallaah… Wanita mengumbar aurat ke sana kemari. Di Arab Saudi wanita tahaajjibat, mereka berhijab (menutup wajah-wajah mereka). Dengan meyetir mobil mereka akan terbiasa untuk membuka wajah. Apalagi kalau dihentikan ada polisi misalnya, lihat simnya mana?? Dilihat simnya benner ga ini orangnya. Jangan-jangan bukan,,,, Sehingga dikhawatirkan hal-hal yang seperti ini.
Nah, ma’aasyiral ikhwah Rahimakumullah, sehingga kita lihat kondisi wanita di negeri ini apabila tetap menjaga kemaluannya, menjaga auratnya, memelihara kehormatannya, dan tetap berada di batasan-batasan yang disyariatkn dalam keadaan dia  berhijab. Dan tentunya lebih utama & itu pendapat yang shahih InsyaaAllaah ta’ala kewajiban wanita untuk menutup wajah berdasarkan hadits-hadit yang datang dari nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kalau dia menjaga ini…
Dan subhanallaah dalam keadaan tidak ada yang bisa mengantarnya keluar. Kalau misalnya dia punya mahram dan itulah yang lebih utama. Apabila dia punya suami maka suamilah yang lebih utama menyetir. Dia punya anak laki-laki yang mengantarnya ke sana kemari, yang menyetir. Tapi pembicaraan kita dalam kondisi seorang wanita seperti yang disebutkan dalam pertanyaan ini. Apalagi jika wanita sendirian, gak punya anak, janda. Tentu pada saat dia menyetir sendiri, itu lebih ringan daripada dia keluar untuk mencari angkot. Telah kita ketahui sekarang subhaanallaah, naik angkot bagi para wanita sangat berbahaya. Tidak jarang seorang wanita diculik, diperkosa, kemudian dibunuh wal ‘iyaadzubillaah. Dan terkadang pula yang namanya angkot supirnya ya laki-laki ketika seorang wanita/akhwat naik angkot mungkin saja dia sendirian di situ. Akhirnya dia berduaan dengan supir dan ini sangat berbahaya bagi wanita tersebut. Jika dia turun, apakah dia turun untuk mencari angkot yang lainnya akhirnya dia bayar lagi, turun kemudian menunggu lagi yang lain…kemudian dia akan mengeluarkan uang lagi. Subhaanallaah masyaqqah (kesulitan). Belum lagi dia akan menampakkan dirinya. Berbeda kalau misalnya dia menyetir di dalam mobilnya dan InsyaaAllaah ta’ala dia merasa aman dengan fitnah. Kalaulah itu dianggap kemudaratan irtikaabu ahabbu dararain, melakukan sesuatu yg kemudaratannya lebih kecil daripada kemudaratan yang lebih besar.
Demikian pula seorang wanita ketika mengendarai motor, hendaknya dia menjaga hijab, hati-hati dari tersingkap hijab pakaiannya. Jaga dengan penuh kehormatan itupun perhatikan keluar dalam keadaan haajah. Kalau dia punya suami, hendaknya dia bersama suaminya. Jangan dia memudahkan berjalan ke sana kemari. Adapun hal-hal yang tidak penting, seorang akhwat kadang-kadang menggampangkan, Subhanallaah. Ada acara walimahan naik motor ke sana. Padahal memungkinkan dia punya mahram, bersama dengan mahramnya lebih baik, suaminya, anaknya. Jangan bermudah-mudahan keluar dengan membawa mobil sendirian. Namun ketika dalam kondisi haajah, ada kebutuhan dan dia merasa aman dari fitnah dan mengharuskan dia misalnya harus mengantar anaknya dalam keadaan dia tidak punya yang lain, suaminya misalnya. Maka dia menjaga kehormatannya maka InsyaaAllaah ta’ala tidak mengapa. Namun sekali lagi jangan memudah-mudahkan permasalahan ini. Wallaahu ta’ala a’lamu bish shawaab.
Catatan kaki:
1) Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Artinya: “dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (Al Azhab : 33)
2) Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu aurat, maka bila ia keluar rumah, setan terus memandanginya (untuk menghias-hiasinya dalam pandangan lelaki sehingga terjadilah fitnah).” (Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 3109, dan Al-Irwa’ no. 273. Dishahihkan pula oleh Al-Imam Muqbil ibnu Hadi Al-Wadi’i rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad, 2/36

Haramkah Wanita Memperdengarkan Suaranya?

Posted by Ummu 'Ammar in Akhlak dan Adab, Muslimah.
Tags: , ,
trackback
Apakah suara wanita haram sehingga ia tidak boleh berbicara dengan pemilik warung/kios di pasar guna membeli kebutuhannya, walaupun tanpa membaguskan dan melembutkan suaranya? Begitu pula, dengan rasa malu ia mengajak bicara tukang jahit saat ia hendak menjahitkan pakaiannya?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله berkata, “Ucapan wanita tidaklah haram dan bukan aurat. Akan tetapi, bila si wanita melunakkan suaranya dan melembutkannya,serta berucap dengan gaya bicara yang bisa membuat orang lain tergoda, itu baru haram. Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Maka janganlah kalian tunduk dalam ucapan hingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit.” (Al-Ahzab: 32)
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa ta’ala tidak mengatakan, “Maka janganlah kalian berbicara dengan para lelaki.” Tetapi, Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan, “Maka janganlah kalian tunduk dalam ucapan.”
Tunduk dalam ucapan lebih khusus daripada berbicara secara mutlak1.
Dengan demikian, tidak mengapa seorang wanita berucap kepada lelaki bila tidak menimbulkan fitnah. Dahulu ada wanita mendatangi Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mengajak bicara beliau, sementara orang-orang mendengar ucapan si wanita dan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam pun menjawab ucapannya. Hal itu tidaklah dianggap sebagai kemungkaran.
Hanya saja, tidak boleh berduaan saat berbincang dengan seorang wanita, melainkan harus ditemani mahram si wanita dan tidak menimbulkan fitnah. Karena itulah, seorang lelaki tidak diperkenankan menikmati suara wanita, sama saja baik ia menikmatinya sebagai kesenangan yang biasa (karena kemerduan suaranya, misalnya, pen.) maupun karena kesenangan syahwat. Wallahul muwaffiq.” (Fatawa Manaril Islam, 3/835—836, dinukil dalam Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah, hlm. 688)

Pakaian untuk Putriku

Posted by Ummu 'Ammar in Akhlak dan Adab, Keluarga, Nasehat, Pendidikan Anak.
Tags: , , ,
trackback
Oleh: Asy-Syaikh Muhammad ibn Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullâh
Soal:
Sebagian wanita, semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka, memakaikan pakaian pendek yang memperlihatkan betis kepada anak-anak putri mereka. Ketika kami menasehati mereka, mereka mengatakan, “Kami pun mengenakan pakaian yang serupa sewaktu kami masih anak-anak, namun tidak membahayakan kami ketika kami dewasa.” Apa pendapat Anda tentang perkara ini?
Jawab:
Saya berpendapat, tidak sepantasnya seseorang memakaikan pakaian seperti itu kepada putrinya meskipun ia masih kecil. Sebab, jika ia tumbuh terbiasa dengan pakaian tersebut, maka ia akan melekat dengannya (tetap memakainya) dan akan menganggapnya sebagai perkara yang sepele. Namun, jika kalian mendidiknya dengan baik untuk berhias dengan rasa malu sejak dini, maka ia akan terus terbiasa dengan keadaan ini hingga ia dewasa.
Saya nasehatkan kepada saudari-saudariku kaum muslimah agar meninggalkan pakaian orang-orang asing yang merupakan musuh-musuh agama, membiasakan anak-anak mereka untuk memakai pakaian yang menutupi tubuh (‘aurat -pent.) mereka, dan mengajari mereka untuk berhias dengan rasa malu, karena malu adalah bagian dari îmân.

Berlatih Puasa

Posted by Ummu 'Ammar in Fiqih, Keluarga, Pendidikan Anak.
Tags: , , ,
trackback
Penulis: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran
Anak yang belum baligh memang tidak memiliki kewajiban untuk berpuasa Ramadhan. Namun, tentu tidak ada salahnya bila para orang tua mulai melatih mereka untuk berpuasa yang dengan latihan ini akan memberi banyak manfaat pada diri anak.
Ramadhan telah tiba kembali. Seluruh kaum muslimin menyongsong bulan ini dengan penuh kerinduan dan merenda harapan, semoga mendapatkan pahala yang berlipat dalam segala kebaikan yang ditunaikan. Mereka bersemangat menyambut perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)
Anak-anak kecil pun tak luput dari kegembiraan ini. Mereka berlomba-lomba untuk berpuasa. Orang tua pun turut menghasung mereka untuk menunaikan ibadah ini, bahkan terkadang dengan iming-iming hadiah bila berhasil menyelesaikan puasa hingga Ramadhan berakhir.Namun, bagaimana sesungguhnya yang dilakukan para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap anak-anak mereka yang belum baligh saat menghadapi perintah puasa? Adakah di antara mereka yang menyuruh anak-anak mereka berpuasa sebagaimana yang banyak dilakukan kaum muslimin sekarang ini?
Dikisahkan oleh seorang shahabiyah, Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radhiallahu ‘anha tentang hal ini, ketika datang perintah puasa ‘Asyura`, puasa wajib sebelum difardhukannya puasa Ramadhan:
أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُوْرَاءَ إِلَى قُرَى اْلأَنْصَار: مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ، وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ. قَالَ: فَكُنَّا نَصُوْمُهُ بَعْدُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ. فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُوْنَ عِنْدَ اْلإِفْطَارِ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus seseorang pada pagi hari ‘Asyura ke kampung-kampung Anshar untuk memerintahkan: ‘Barangsiapa yang pagi hari itu dalam keadaan tidak berpuasa, hendaknya dia sempurnakan hari itu dengan puasa, dan barangsiapa yang pagi itu berpuasa, hendaknya melanjutkan puasanya.’ Maka kami pun menunaikan puasa ‘Asyura setelah itu, dan kami suruh anak-anak kami untuk berpuasa, dan kami buatkan untuk mereka mainan dari wol. Apabila mereka menangis karena minta makanan, kami berikan mainan itu. Demikian hingga tiba waktu berbuka.” (HR. Al-Bukhari, kitab Ash-Shaum bab Shaum Ash-Shibyan no. 1961 dan Muslim, kitab Ash-Shiyam bab Man Akala fi ‘Asyura’ falyakuffa Baqiyyata Yaumihi no. 1136)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu menyebutkan bahwa dalam hadits ini terdapat hujjah disyariatkannya melatih anak-anak untuk berpuasa, karena siapa pun yang masuk dalam usia kanak-kanak sebagaimana yang disebutkan dalam hadits belumlah mukallaf (dibebani pelaksanaan syariat). Namun perintah untuk berpuasa itu semata sebagai latihan. (Fathul Bari, 4/257)
Demikian pula Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam penjelasan beliau tentang hadits ini. Beliau mengatakan bahwa hadits ini menunjukkan adanya latihan bagi anak-anak untuk melaksanakan ketaatan, membiasakan mereka untuk beribadah, namun mereka bukanlah mukallaf. Al-Qadhi mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari ‘Urwah bahwa ketika anak-anak itu mampu berpuasa, maka mereka wajib berpuasa. Ini adalah pendapat yang keliru yang terbantah dengan hadits shahih:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ. وَفِي رِوَايَةٍ: يَبْلُغَ
“Pena (catatan amalan) diangkat dari tiga golongan, (di antaranya) dari anak kecil sampai dia ihtilam1.” Dalam riwayat yang lain: “Hingga dia baligh.”
Wallahu a’lam. (Al-Minhaj, 8/13)
Adapun mengenai batasan usia seorang anak mulai dilatih untuk berpuasa, ada perselisihan di dalam hal ini. Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu mengatakan bahwa hadits ini menunjukkan disenanginya memerintahkan anak-anak berpuasa untuk melatih mereka apabila mereka mampu. Yang berpendapat seperti ini adalah sekelompok dari kalangan salaf, di antaranya Ibnu Sirin, Az-Zuhri, Asy-Syafi’i dan yang lainnya. Murid-murid Al-Imam Asy-Syafi’i berselisih dalam hal batasan usia seorang anak mulai diperintahkan untuk puasa. Di antaranya ada yang berpendapat tujuh tahun, ada pula yang berpendapat sepuluh tahun, dan ini pula yang dipegangi oleh Al-Imam Ahmad. Ada pula yang berpendapat duabelas tahun, demikian pendapat Ishaq. Sementara Al-Imam Al-Auza’i berpendapat, apabila seorang anak mampu berpuasa tiga hari berturut-turut dan dia tidak menjadi lemah dengan puasanya, maka diperintahkan untuk berpuasa. Pendapat yang masyhur dari kalangan Malikiyah, puasa tidaklah disyariatkan pada anak-anak. Namun pendapat ini terbantah dengan hadits di atas, karena sungguh sangat tidak mungkin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui hal ini. (Nailul Authar, 4/250-251)
Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu pernah ditanya, apakah anak-anak kecil di bawah usia limabelas tahun diperintahkan untuk berpuasa sebagaimana mereka diperintah shalat? Beliau rahimahullahu menjawab, “Ya. Anak-anak yang belum mencapai baligh diperintahkan untuk berpuasa jika mereka mampu, sebagaimana hal ini dilakukan pula oleh para shahabat radhiallahu ‘anhum terhadap anak-anak mereka. Ahlul ilmi telah menyatakan pula bahwa wali memerintahkan anak-anak yang ada di bawah perwaliannya untuk berpuasa agar mereka terlatih dan terbiasa melakukannya, dan pokok-pokok agama Islam pun terbentuk dalam jiwa mereka sehingga menjadi tabiat pada diri mereka. Akan tetapi, apabila hal ini berat atau membahayakan mereka, maka mereka tidak diharuskan berpuasa.
Di sini saya juga memperingatkan tentang suatu permasalahan yang dilakukan oleh sebagian ayah atau ibu, yaitu melarang anak-anak mereka berpuasa, berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para shahabat radhiallahu ‘anhum. Mereka beranggapan, mereka melarang anak-anak berpuasa karena rasa sayang dan iba terhadap anak-anak. Padahal pada kenyataannya, kasih sayang terhadap anak-anak itu dilakukan dengan memerintahkan mereka untuk melaksanakan syariat Islam dan membiasakan mereka terhadapnya. Tidak diragukan lagi, yang demikian ini merupakan pendidikan yang baik dan penjagaan yang sempurna. Telah tsabit dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ رَاعٍ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Sesungguhnya seorang laki-laki adalah penanggung jawab terhadap keluarganya dan kelak akan ditanyai tentang tanggung jawabnya.”2
Maka yang selayaknya dilakukan oleh wali terhadap orang yang Allah jadikan di bawah perwaliannya, baik keluarga maupun anak-anak kecil, hendaknya dia bertakwa kepada Allah dalam mengurusi mereka dan memerintahkan mereka dengan segala sesuatu yang dia diperintahkan untuk memerintahkannya, berupa syariat Islam.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Fadhilatisy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, 19/83-84)
Berkaitan dengan hal ini, ada satu catatan penting yang diberikan oleh Fadhilatusy Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullahu. Beliau pernah ditanya tentang seorang anak kecil yang ingin terus menunaikan puasa, sementara orang tuanya khawatir karena usianya yang masih kecil dan ditakutkan mengganggu kesehatannya. Beliau rahimahullahu menjawab, “Apabila dia masih kecil dan belum baligh, maka tidak diharuskan puasa. Akan tetapi jika dia mampu dan tidak merasa berat, maka dia diperintahkan untuk berpuasa. Dahulu para shahabat menyuruh anak-anak mereka berpuasa. Sampai-sampai jika ada di antara anak-anak itu menangis, mereka memberikan mainan untuk membuat mereka lupa. Namun jika memang hal ini benar-benar membahayakan, maka orang tua boleh melarangnya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita memberikan harta milik anak-anak kepada mereka karena khawatir akan rusaknya harta tersebut. Maka tentunya kekhawatiran akan bahaya yang menimpa badan lebih utama untuk dicegah. Akan tetapi, larangan tersebut bukan dengan cara yang keras, karena hal ini tidaklah layak dilakukan terhadap anak-anak pada saat mendidik mereka.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatisy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, 19/83)
Demikian yang dapat terbaca dari teladan para shahabat radhiallahu ‘anhum di saat menyongsong perintah berpuasa. Mereka menghasung anak-anak mereka untuk melaksanakan syariat Allah yang mulia, hingga syariat Allah nantinya menjadi sesuatu yang menyatu dalam diri mereka.
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
1 Ihtilam yang dimaksud di sini adalah baligh.
2 Dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Kitab Al-Jumu’ah, Bab Al-Jumu’ah fil Qura wal Mudun (893) dan Muslim, Kitab Al-Imarah, Bab Fadhilatil Imamil ‘Adil wa ‘Uqubatil Ja`ir (1829)

Hukum Wanita Shalat Tarawih di Masjid

Posted by Ummu 'Ammar in Fiqih, Keluarga, Tanya Jawab.
Tags: , ,
trackback
Pertanyaan :

assalamualaikum,

afwan saya mau bertanya mengenai shalat tarawih yang lebih baik dikerjakan oleh wanita dengan berjamaah di Masjid atau di rumah? jazakummulloh khoiron atas penjelasan rakaat tarawih nya.
dora…@yahoo.co.id
Jawab:
Wa’alaikumussalam warahmatullah.
Masalah serupa juga pernah ditanyakan kepada Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Bazrahimahullah, beliau pernah ditanya: Banyak orang membicarakan (mempermasalahkan) tentang shalat tahajjud dan tarawihnya para wanita di masjid-masjid, bagaimanakah pernyataan anda tentang masalah seperti ini?Beliau menjawab:
Ya, tidak mengapa para wanita shalat bersama kaum muslimin lainnya di masjid, akan tetapi hendaknya bisa menjaga diri dengan memakai hijab syar’i dan menghindari sebab terjadinya fitnah serta tidak memakai parfum yang biasa mereka gunakan di pasar-pasar.
Hendaknya seorang wanita yang akan shalat di masjid tidak memakai parfum,tabarruj (berhias), dan tidak pula menampakkan keindahan tubuhnya, akan tetapi dia harus berhijab yang syar’i, menutup tubuhnya, dan menjauhi sebab-sebab yang bisa menimbulkan fitnah.
Kalau tidak bisa demikian, maka rumahnya adalah lebih baik baginya, rumahnya adalah lebih utama dan lebih mulia bagi dia. Namun jika diperlukan untuk keluar karena kalau shalat di rumahnya akan timbul malas, atau dia menginginkan untuk mendapatkan siraman nasehat dan peringatan, maka ini tidak mengapa. Akan tetapi tetap harus dengan syarat tesebut: menjaga diri, berhijab yang syar’i, dan menjauhi segala sebab yang bisa menimbulkan fitnah, baik dengan cara tidak memakai parfum, pakaian yang mencolok, dan juga tidak menampakkan keindahan tubuhnya.
-Selesai penjelasan Asy-Syaikh bin Baz rahimahullah-
dinukil dari: http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380549
Catatan redaksi:
Dari penjelasan di atas, ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik, yaitu:
1.    Pada asalnya, shalat di rumah itu lebih baik dan lebih utama bagi para wanita.
2.    Kalaupun mereka menginginkan untuk shalat berjama’ah di masjid -dan inipun hukum asalanya juga boleh-, maka hal itu disebabkan adanya maslahat hakiki yang ingin diraih, seperti malas kalau shalat di rumah dan malas tadi benar-benar hilang ketika shalat berjama’ah bersama kaum muslimin di masjid, dan juga karena benar-benar ingin mendapatkan siraman rohani, ilmu syar’i, maupun nasehat yang bermanfaat.
3.    Para wanita yang keluar rumah untuk shalat berjama’ah di masjid -tentunya setelah mempertimbangkan adanya maslahat yang hakiki tersebut-, mereka harus bisa menjaga diri, harus memakai hijab yang sesuai dengan syari, tidak bertabarruj, dan menghindari segala sesuatu yang bisa menimbulkan fitnah.
Terkhusus pada masa-masa sekarang, adakah para wanita yang bisa seperti yang digambarkan di atas?
Wallahu a’lam.

Cara Berfacebook yang Syar’i??

Posted by Ummu 'Ammar in Akhlak dan Adab, Nasehat, Tanya Jawab.
Tags: , , , , , , , ,
trackback
Oleh: Al Ustadz Abdul Mu’thi Al Maidani
Tanya : Akhir-akhir ini banyak ikhwan salafy yang gandrung dengan facebook. Bahkan tak jarang terjadi fitnah antar ikhwan dan akhwat. Lantas kami mohon arahan dan nasehat ustadz dalam hal ini. Serta bagaimanakah sebaiknya berfacebook dengan syar’i?
Jawab :Teknologi itu ibarat pisau bermata dua. Bisa menjadi ziyaadatul khair (tambahan kebaikan) dan bisa jadi ziyaadatus syarr (tambahan keburukan). Kalau kita manfaatkan dalam perkara yang diridhai dan dicintai oleh Allah maka dia akan menjadi kebaikan yang lebih. Tapi kalau kita tidak pandai menggunakannya, dia akan menyembelih kita.
Sehingga segala sesuatu yang bermata dua seperti ini ibarat pisau yang bermata dua maka kita harus berhati-hati dalam menggunakannya.
Semua ini kembali ke diri kita masing-masing untuk bertakwa kepada Allah jalla wa”ala. Ittaqillaaha haitsumaa kunta(1), kata Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada.
Kemudian kalau kita mengetahui bahwa diri kita adalah lemah. Jangan kita bermain-main dengan pisau yang bermata dua. Karena kemungkinan dia menyembelih kita lebih besar daripada kita bisa menggunakannya dengan baik. Dan saya memang tidak menyarankan untuk ikhwan menyibukkan diri dengan yang namanya internet atau secara lebih spesifik apa yang namanya facebook. Karena memang medianya bukan untuk media salafiyyin, pada asalnya. Media yang diadakan oleh mereka itu memang untuk memfasilitasi, memudahkan acara-acara ataupun memudahkan kegiatan-kegiatan, arena-arena mereka melakukan maksiat kepada Allah Jalla wa’ala yang mereka anggap baik padahal maksiat.
Sebagai contoh minimalnya saja. Dengan facebook itu… mungkin yang punya facebook tidak jarang melihat foto-foto wanita yang bukan mahramnya. Itu minimal!! Benar atau benar??… Itu pasti!! Sulit dihindarkan. Ini salah satu dan banyak lagi yang lainnya, sehingga ya… Semua kembali kepada kita.
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, memiliki sikap wara’. Dia akan meninggalkan perkara-perkara yang samar. Apalagi perkara-perkara yang jelas haram. Famanittaqasy syubuhaat faqadis tabra’ lidiinihi wa ‘irdhihi(2). Dan barangsiapa yang menjaga diri daripada asy syubuhaat (perkara yang samar). Dia telah menjaga kehormatan dirinya dan agamanya.
Na’am, sehingga kita jangan bermain-main dengan sesuatu yang samar. Yang kita tidak mampu untuk mengendalikannya. Apalagi kalau jelas-jelas akan menjatuhkan kita kepada yang haram.
Dan media internet secara umum adalah media yang penuh dengan keburukan. Kalau kita mau kalkulasi antara kebaikannya dan keburukannya. Bisa dikatakan dia itu seperti khamr. Kemudharatannya lebih banyak daripada kemanfaatannya.
Berapa banyak keburukan yang ada didalamnya kalau kita bandingkan dari kebaikan yang ada sekian persen didalamnya. Sehingga kalau kita menyibukkan diri, mulai dari bangun tidur langsung online sampai dia mau memejamkan mata. Baru dia selesai dari kegiatan onlinenya. Ini… Manusia macam apa??
Seorang yang mengerti akan kebaikan, dia tidak akan menghabiskan waktu dan dirinya di depan internet yang penuh dengan keburukan. Dan benar-benar internet ini adalah ujian bagi kita, yang menggunakannya. Karena sedikit saja terpeleset, langsung jatuh kepada media yang maksiat, bahkan tatkala kita menggunakannya. Walaupun kita ingin yang baik. Mau tidak mau terkadang dipaksa kepada yang maksiat. Muncul gambar-gambar yang tidak baik. Padahal kita tidak mengaksesnya. Promosi, iklan atau apa.
Na’am, Baarakallaahu fiikum
Oleh karena itu, sibukkan diri kita dengan ilmu yang syar’i. Dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, membaca buku, muraaja’atul Qur’an, Hifzhul Qur’an. Banyak hal-hal yang bermanfaat. Daripada kita menghabiskan waktu depan internet.
Bolehlah sekali setahun berinternet, misalnya. Kalau terlalu ekstrim, yaa dikurangi sekali dalam setengah tahun. Kalau terlalu ekstrim yaa paling tidak sekali sebulan misalnya. Yakni saat kita kepingin mendapatkan suatu berita yang sangat penting. Laa Ba’s
Upayakan sedapat mungkin mengurangi kegiatan (berinternet), sebab ini tidak akan membawa kebaikan kepada kita, biar saja orang lain bilang kolotlah, gapteklah, inilah itulah…. sebab celaan dan cercan manusia itu tidak akan membahayakan  kita. Yang tahu akan kebaikan itu adalah diri kita sendiri terhadap diri kita, bukan mereka. Barakallahu fiikum.
Semoga jawaban yang sedikit ini bisa kita pahami dengan hati yang ikhlas hanya mengharap wajah Allah Subhanallahu wa ta’ala
Catatan kaki :
(1) Dari Abu Dzar Radhiallaahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada. Ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya kebaikan akan menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan budi pekerti yang mulia.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Birri Washshilah, hadits no. 1987. At-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini hasan shahih. Asy-Syaikh Al-Albani menghasankan dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
(2) Dari Abi Abdillah An Nu’man bin Basyir rhadiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya perkara yang halal telah jelas, dan perkara yang haram pun telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang meragukan, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa menjaga dirinya dari perkara yang syubhat, maka ia telah menjaga keselamatan agamanya dan kehormatannya.
Dan barangsiapa yang terjatuh dalam syubhat, berarti ia telah terjerumus dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di dekat daerah terlarang sehingga hewan-hewan itu nyaris merumput di dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja memilliki daerah terlarang. Ketahuilah, bahwa daerah terlarang Allah adalah hal-hal yang diharamkan. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh terdapat mudghah (segumpal daging), jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim)
Transkrip tanya jawab Ust. Abdul Mu’thi Al Maidani Hafizhahullaah untuk blog http://permatamuslimah.co.nr

kumpulan kata-kata


Kumpulan Sms Ramadhan Terbaru
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Assalamualaikum Wr..Buka hati dapat CINTA
buka fikiran …. dapat ILMU
buka mata…….cari Rizki…
& buka Handphone 1 pesan diterima
“selamat menjalankan ibadah puasa, wish Allah give U the Best lives. I Pray… N Mohon dimaafin segala ksalahan2 Pancallok ya? Tq Marhaban Ya Ramadhan,,
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Jika hati ini seringkali jengkel,
Jadikan ia jernih sejernih XL,
Jika hati ini seringkali iri,
Jadikan ia cerah secerah MENTARI,
Jika hati ini seringkali dendam
Jadikan ia penuh kemesraan FREN
Jika hati ini seringkali dengki
Jadikan ia penuh SIMPATI
Ahlan Wa Sahlan Wa Marhaban Ya Ramadhan
Bebaskan Diri dari ROAMING dosa,
Raihlah HOKI
Raihlah JEMPOL dari Ilahi
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Bila hati saling terpaut rasa cinta terjalin indah
Bila salah & Khilaf telah terjadi maka Mohon Maaf
Lahir & Batin atas kesalahan,
“Marhaban Ya Ramadhan”
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
Semoga kita selalu diberkahi dibulan yang penuh mahrifah
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Ya Allah……
Perkayalah Saudaraku ini dengan keilmuan
Hiasi hatinya dengan kesabaran
Muliakan wajahnya dengan ketaqwaan
Perindalah fisiknya dengan kesehatan
Serta terimalah amal ibadahnya dengan kelipat gandaan
Karena hanya Engkau Dzat penguasa sekalian alam
Marhaban Ya Ramadhan…
Mohon maaf lahir dan bathin…
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Adzan-adzan lari berseruan dari langit-langit rumah Tuhan
Tuntun jari-jari dosaku ke arah-Mu
Kutundukkan congkak kepalaku
Tak layak ku disisi-Mu
Gelimang noda dan dosa balut tubuhku dari semua rasa yang telah mati
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Assalamua’alaikum WrWb
Bulan suci Ramadhan sudah di depan mata, bulan yang penuh keberkahan,
bulan yang penuh dengan ampunan.
perlu kesiapan mental yang matang dan kejernihan hati tuk menyambutnya..
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Tak ada kata seindah zikir
Tak ada bulan seindah Ramadhan
Ijinkan kedua tangan bersimpuh maaf untuk lisan yg tak terjaga
janji yg terabaikan, hati yang slalu berprasangka & sikap yang pernah menyakitkan.
Maaf lahir batin. Slamat menunaikan ibadah puasa
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Matahari berdzikir,
angin bertasbih dan pepohonan memuji keagungan-Mu.
Semua menyambut datangnya malam Seribu Bulan.
Selamat datang Ramadhan, Selamat beribadah puasa.
Mohon Maaf Lahir dan Bathin
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Aku sadar memang bukan teman yang sempurna untuk kamu.
Kesalahan dan kekhilafan. Selalu saja ada diantara kita.
Terutama aku yang sering ngerepotin kamu.
Met puasa dan Maafkan Lahir Batin.
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Hidup ini hanya sebentarlagi
bentar marah,bentar ketawa
betar berduit,bentar boke
bentar senang,bentar susah
ooo ye…bentar lagi bulan puasa
met ramadhan…mohon maaf lahir bathin
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Elu memang sobat gue yang terbaik
Sampai terkadang gak terasa seenaknya
Gue ngatain loe n ngejakin loe semaunya
Maafin gue bukan maksud ngerendahin
justru karena loe adalah seperti
Bagian dari gue
Met puasa ya!!
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Marhaban ya Ramadhan,
semoga bulan ini penuh BBM (Bulan Barokah dan Maghfirah)
mari kita PREMIUM (Pre Makan dan Minum)
serta SOLAR (Sholat Lebih Rajin ), dan
MINYAK TANAH (Meningkatkan Iman dan Banyak Tahan Nafsu Amarah)
serta PERTAMAX (Perangi Tabiat Maksiat)
Mohon Maaf Lahir dan Bathin
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Bila ada langkah membekas lara
bila ada kata merang kai dusta
bila ada tingkah menoreh luka
pada kesempatan ini saya mohonkan maaf lahir dan bathin.
Selamat Melaksanakan Ibadah Puasa pada bulan Ramadhan
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Tiada kata yang dapat terucap
hati merasa malu
dalam kalbu q bisa menjerit tuhan,
batin menangis,
betapapun dosa itu
q yakin KAU maha pengampun
saat aku sedih
hanya padamulah aku cerita
saat aku marasa sendiri
aku yakin kaupun bersamaku
tuhan
aku rela saat ini jika harus menghadapmu
jika ITU LEBIH BAIK
ridhoMUlah yang senantiasa q harap
maafq tuhan
maafq wahai smua hamba allah yang ada dialam fana ini
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Perkataan yg indah adlh “ALLAH”
Lagu yg merdu adlh “ADZAN”
Media yg terbaik adlh “AL QUR’AN”
Senam yg sehat adlh “SHALAT”
Diet yg sempurna adlh “PUASA”
Kebersihan yg menyegarkan adlh “WUDHU”
Perjalanan yg indah adlh “HAJI”
Khayalan yg baik adlh ingat akan “DOSA&TAUBAT”
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Dalam hitungan jam kan kita jelang Ramadhan nan suci,
kami pintakan maaf setulus hati akan khilaf yang selama ini terjadi
Taqobalallahu minna wa minkum, mohon maaf lahir batin atas segala kesalahan saya.
Bagi yang melaksanakannya, saya ucapkan selamat menjalani ibadah Puasa Ramadhan.
Semoga amal ibadah kita semua diterima ALLAH SWT.
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Nafaspun menjadi tasbih, tidurpun menjadi ibadah, amal diterima&doa2 dijabah
bagi orang yang shaum&rajin membaca Kitab-Nya di bulan ramadhan
Marhaban ya Ramadhan, maaf lahir dan bathin, selamat menjalankan ibadah PUASA
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Hari berlalu begitu cepat segudang aktivitas telah menguras tenaga & pikiran kita, hingga tanpa terasa hanya dalam hitungan berapa puluh jam lagi kita akan songsong fajar suci ramadhon yang akan mencuci lahir dan batin kita selama 1 tahun. Tapi sebelumnya dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf lahir dan batin, sebelum akhirnya kita akan berserah diri pada Allah SWT. Amin…
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =